Ruang Sujud

Syura: Musyawarah untuk Pemerintahan Adil dan Amanah

RuangSujud.com – Dalam setiap jiwa manusia, terpendam kerinduan akan keadilan, kemaslahatan, dan pemerintahan yang amanah. Sepanjang sejarah, kita menyaksikan bagaimana hati nurani umat manusia memberontak terhadap penindasan, mencari jalan menuju kehidupan yang lebih bermartabat. Ini bukan sekadar gejolak politik sesaat, melainkan cerminan dari fitrah Ilahi yang merindukan keseimbangan dan kebenaran, sebuah panggilan untuk membangun tatanan yang menghormati harkat dan martabat setiap insan.

Kerinduan ini seringkali menemukan jalannya dalam bentuk perjuangan untuk hak-hak dasar dan keterlibatan dalam menentukan masa depan bersama. Di tengah pencarian sistem yang ideal, Islam telah lama menawarkan sebuah prinsip luhur yang bukan hanya relevan, tetapi juga menjadi fondasi kepemimpinan yang adil dan merangkul. Prinsip ini adalah *Syura* – musyawarah, sebuah konsep yang dirancang untuk melindungi kepemimpinan dari penyimpangan dan tirani, serta memastikan partisipasi aktif dari umat.

Syura bukanlah sekadar metode pengambilan keputusan, melainkan perintah dan bimbingan Ilahi yang tersemat dalam Al-Quran. Allah SWT secara tegas mengarahkan Nabi Muhammad SAW untuk bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam menghadapi berbagai persoalan penting. Sebagaimana termaktub dalam Surah Asy-Syura (42:38), yang menyebutkan bahwa urusan orang-orang beriman diselesaikan dengan musyawarah di antara mereka, Syura menjadi ciri khas kepemimpinan yang berlandaskan takwa dan kepedulian.

Rasulullah SAW sendiri adalah teladan terbaik dalam mengimplementasikan Syura. Meskipun beliau adalah utusan Allah, beliau senantiasa melibatkan para sahabatnya dalam menentukan strategi, bahkan dalam situasi genting seperti perang. Ingatlah ketika beliau menerima pandangan mayoritas untuk maju menghadapi musuh di Perang Uhud, meskipun hasilnya tidak sesuai harapan. Atau saat beliau menerima usulan Salman Al-Farisi untuk menggali parit dalam Perang Khandaq, yang kemudian membawa kemenangan. Ini menunjukkan betapa Syura membangun ikatan kuat antara pemimpin dan rakyat, meskipun pada akhirnya, keputusan yang diambil tidak boleh bertentangan dengan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai konstitusi ilahiah yang mutlak.

Semangat Syura ini terus berlanjut dan berkembang di masa Khulafaur Rasyidin, khususnya di bawah kepemimpinan Sayyidina Umar bin Khattab RA. Beliau dikenal sebagai pemimpin yang sangat menjunjung tinggi keadilan, keterbukaan, dan akuntabilitas. “Jika seekor keledai tersandung di Irak,” ujarnya, “aku khawatir Allah akan bertanya kepadaku, mengapa tidak kamu ratakan jalannya, wahai Umar?” Sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa mendalam kepeduliannya terhadap setiap makhluk, apalagi rakyatnya. Beliau selalu membuka diri terhadap kritik dan nasihat, menjadikan akses rakyat kepada pemimpin sebagai prioritas, serta memastikan bahwa kekuatan militer ada untuk melindungi rakyat, bukan pemimpin dari rakyat.

Maka, dalam pencarian kita akan tata kelola pemerintahan yang ideal, teladan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang dihiasi dengan prinsip Syura dan akhlak mulia, adalah mercusuar yang tak ternilai harganya. Ini bukan hanya warisan sejarah, melainkan cetak biru abadi bagi kita untuk membangun masyarakat yang adil, makmur, dan berkeadilan. Dengan menghidupkan kembali semangat musyawarah, akuntabilitas, dan kepedulian yang menyeluruh, kita dapat mewujudkan tatanan sosial yang diberkahi, di mana setiap individu merasa dihargai dan memiliki peran dalam kemajuan bersama.

Exit mobile version