Monitorday.com – Kepemimpinan Al-Walid bin Abdul Malik (86–96 H / 705–715 M) merupakan salah satu fase paling gemilang dalam sejarah Islam. Ia tidak hanya memperluas wilayah kekuasaan secara luar biasa, tetapi juga meninggalkan warisan yang memperlihatkan wajah Islam sebagai peradaban agung — kaya dalam ilmu, adil dalam pemerintahan, dan megah dalam karya. Di bawah kepemimpinannya, dunia Islam bukan sekadar kerajaan besar, melainkan pusat kemajuan dunia yang dihormati kawan dan ditakuti lawan.
Warisan pertama yang paling nyata dari Al-Walid adalah kemakmuran ekonomi dan sosial. Reformasi keuangan yang dirintis oleh ayahnya, Abdul Malik bin Marwan, ia lanjutkan dan sempurnakan. Ia memastikan sistem zakat berjalan dengan baik, pajak dikelola adil, dan kas negara digunakan untuk kepentingan rakyat. Di masa Al-Walid, catatan sejarah menyebutkan hampir tidak ditemukan rakyat miskin yang berhak menerima zakat karena kesejahteraan tersebar merata di seluruh wilayah Islam. Ia juga memperluas jalur perdagangan dari Afrika Utara hingga Asia Tengah, menjadikan Damaskus pusat ekonomi dunia yang ramai dan stabil.
Warisan besar berikutnya adalah pembangunan peradaban dan infrastruktur publik. Al-Walid memahami bahwa kemajuan umat tidak hanya diukur dari luas wilayah, tetapi juga dari kualitas kehidupan rakyatnya. Ia membangun rumah sakit pertama dalam sejarah Islam di Damaskus, yang menyediakan layanan medis gratis bagi masyarakat miskin. Ia juga mendirikan rumah khusus untuk orang cacat dan orang tua, membangun jalan raya, jembatan, serta saluran air di berbagai provinsi. Semua proyek itu dibiayai dari kas negara — bukan dari pajak tambahan — menunjukkan kebijakan fiskal yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Dalam bidang agama dan arsitektur, Al-Walid meninggalkan jejak spiritual yang monumental. Ia memperluas Masjid Nabawi di Madinah dan membangun Masjid Umayyah di Damaskus — dua bangunan agung yang menjadi simbol kemegahan Islam hingga kini. Kedua masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah, tetapi juga pusat ilmu, diskusi, dan kegiatan sosial. Arsitektur megahnya yang memadukan gaya Arab, Persia, dan Bizantium menunjukkan bahwa Islam di masa Al-Walid bukan agama yang menolak peradaban, melainkan agama yang menyerap dan memperkaya kebudayaan dunia.
Selain itu, Al-Walid adalah pendukung besar ilmu pengetahuan dan pendidikan. Ia memerintahkan pembangunan madrasah dan rumah ilmu (Darul Ilm) di berbagai wilayah. Para ulama, dokter, dan insinyur diberi tunjangan agar dapat fokus berkarya tanpa khawatir akan kebutuhan hidup. Ia juga mendorong penerjemahan karya ilmiah dari bahasa Yunani, Koptik, dan Persia ke dalam bahasa Arab. Langkah ini menjadi cikal bakal kebangkitan ilmiah Islam yang kelak mencapai puncaknya pada masa Abbasiyah.
Al-Walid juga dikenal sebagai pemimpin yang peduli pada keadilan sosial. Ia memastikan setiap gubernur di bawah kekhalifahannya menjalankan pemerintahan dengan integritas. Ia menindak keras korupsi dan penyalahgunaan jabatan. Dalam suratnya kepada para pejabat, ia menulis, “Aku mengutus kalian bukan untuk menguasai manusia, tetapi untuk melayani mereka. Maka janganlah kalian menindas, sebab kezaliman adalah sebab kehancuran umat.” Prinsip inilah yang membuat rakyat di seluruh penjuru negeri mencintainya dan merasa aman di bawah kekuasaannya.
Dalam bidang ekspansi, warisan Al-Walid bukan hanya luasnya wilayah, tetapi juga penyebaran nilai-nilai Islam yang membawa ilmu dan keadilan. Di Andalusia, Islam melahirkan peradaban yang menjadi jembatan ilmu antara Timur dan Barat. Di Asia Tengah, Islam membuka jalan bagi munculnya generasi ulama besar seperti Imam Al-Bukhari dan Imam At-Tirmidzi. Di Sindh, ajaran Islam menyebar damai dan berbaur dengan budaya lokal, menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat India hingga kini.
Yang membuat kepemimpinan Al-Walid istimewa adalah keseimbangan antara kekuatan dan kasih sayang. Ia adalah khalifah yang disegani musuh karena kekuatan militernya, namun juga dicintai rakyatnya karena keadilannya. Ia memahami bahwa kekuasaan sejati bukan terletak pada ketakutan rakyat, tetapi pada kepercayaan mereka kepada pemimpinnya.
Ketika wafat pada tahun 96 H (715 M), Al-Walid meninggalkan dunia Islam dalam kondisi yang makmur, damai, dan berwibawa. Wilayah Islam membentang dari Spanyol hingga India, bahasa Arab menjadi bahasa dunia, dan nilai-nilai Islam menjadi landasan kehidupan masyarakat lintas bangsa.
Warisan Al-Walid bukan hanya monumen batu, tetapi peradaban manusia. Ia menunjukkan bahwa Islam bukan hanya agama spiritual, tetapi juga kekuatan kemanusiaan yang membangun dunia dengan ilmu, keadilan, dan cinta kasih. Melalui tangannya, dunia melihat wajah Islam yang berwibawa sekaligus indah — sebuah peradaban yang tidak hanya menaklukkan negeri, tetapi juga menaklukkan hati.