Monitorday.com – Di masa pemerintahan Al-Walid bin Abdul Malik (86–96 H / 705–715 M), kekhalifahan Islam mencapai puncak kejayaan terluas dalam sejarah. Ia bukan hanya pewaris stabilitas politik dari ayahnya, Abdul Malik bin Marwan, tetapi juga pemimpin ekspansi global yang membawa Islam ke tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa. Di bawah kepemimpinannya, panji Islam berkibar dari Samarkand di Asia Tengah hingga Andalusia di barat Eropa — menjadikan dunia Islam kekuatan terbesar dan paling luas di zamannya.
Salah satu kisah paling legendaris dari masa Al-Walid adalah penaklukan Andalusia (Spanyol). Ekspedisi ini dipimpin oleh dua panglima besar: Musa bin Nushair, gubernur Afrika Utara, dan jenderal muda bernama Tariq bin Ziyad. Pada tahun 92 H (711 M), Tariq menyeberangi Selat Gibraltar bersama sekitar 7.000 pasukan Muslim, membakar kapalnya agar tidak ada jalan mundur, dan memimpin pasukannya dengan seruan yang menggugah iman: “Di belakang kalian lautan, di depan kalian musuh — maka tidak ada jalan kecuali maju!”
Dalam waktu singkat, mereka menaklukkan kerajaan Visigoth dan membuka jalan bagi Islam di semenanjung Iberia. Kota-kota seperti Toledo, Córdoba, dan Sevilla jatuh ke tangan umat Islam. Ekspedisi ini bukan sekadar penaklukan militer, tetapi juga awal dari peradaban baru yang kelak melahirkan Al-Andalus — negeri ilmu, seni, dan toleransi yang bersinar selama berabad-abad di Eropa.
Sementara di barat Islam merambah Eropa, di timur, Qutaibah bin Muslim memimpin ekspansi besar ke Asia Tengah. Ia membawa pasukan Islam menembus lembah Oxus, menaklukkan Bukhara, Samarkand, dan Khwarazm — wilayah yang kini termasuk Uzbekistan dan Turkmenistan. Di tempat-tempat itu, Islam tidak disebarkan dengan pedang, melainkan dengan keadilan, perdagangan, dan ilmu. Qutaibah memastikan rakyat lokal dihormati, dan banyak penguasa serta masyarakat Asia Tengah masuk Islam secara sukarela karena melihat keindahan ajaran dan akhlak kaum Muslimin.
Tidak hanya di barat dan timur, di selatan pun Islam meluas. Muhammad bin Qasim, panglima muda berusia 17 tahun, memimpin pasukan ke Sindh (Pakistan modern) pada tahun 93 H (712 M). Ia menaklukkan kota Debal, Multan, dan daerah sekitar sungai Indus, memperkenalkan Islam ke anak benua India. Meskipun jauh dari pusat kekhalifahan, pasukan Islam membawa nilai-nilai keadilan dan pemerintahan yang tertib, menjadikan Islam diterima oleh masyarakat lokal sebagai rahmat, bukan ancaman.
Ekspansi besar-besaran ini bukan semata ambisi militer, melainkan bagian dari visi peradaban Al-Walid. Ia memahami bahwa Islam bukan hanya kekuatan spiritual, tetapi juga sistem sosial dan politik yang mampu membawa kesejahteraan bagi banyak bangsa. Di wilayah baru yang ditaklukkan, ia tidak memaksakan budaya Arab, tetapi membuka ruang bagi masyarakat lokal untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan.
Faktor lain yang membuat ekspansi di masa Al-Walid begitu sukses adalah kekuatan sistem administrasi dan logistik. Ia membangun jaringan jalan antarwilayah, memperkuat pasukan profesional, dan mengatur sistem keuangan negara dengan ketat. Pajak dari wilayah baru digunakan bukan untuk memperkaya istana, tetapi untuk membangun masjid, sekolah, dan fasilitas umum di seluruh kekhalifahan.
Dampak dari kebijakan dan ekspansi ini luar biasa. Dunia Islam berubah dari kekhalifahan regional menjadi kekaisaran global yang menguasai jalur perdagangan dari Laut Tengah hingga Samudra Hindia. Kota-kota seperti Damaskus, Kairo, Basrah, dan Córdoba berkembang menjadi pusat ilmu dan kebudayaan dunia. Bahasa Arab menjadi lingua franca internasional, sementara hukum Islam diterapkan dengan keadilan di berbagai negeri.
Al-Walid tidak hanya memperluas wilayah, tetapi juga menyebarkan peradaban Islam. Ia memastikan bahwa setiap wilayah baru mendapat masjid sebagai pusat ibadah dan pendidikan, menjadikan Islam bukan hanya agama, tetapi sistem sosial yang menyatukan berbagai suku dan bangsa di bawah satu bendera: La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah.
Ketika wafat pada tahun 96 H (715 M), Al-Walid meninggalkan dunia Islam dalam keadaan damai, makmur, dan bersatu. Luas wilayah kekuasaan Islam mencapai lebih dari 13 juta kilometer persegi — setara dengan 29 negara modern saat ini.
Warisan ekspansinya tidak hanya berupa wilayah, tetapi juga peradaban. Di Andalusia, lahir ilmuwan dan filosof besar yang mempengaruhi Eropa; di Samarkand, Islam melahirkan pusat ilmu yang kelak melahirkan ulama seperti Imam Al-Bukhari; di Sindh, Islam menjadi bagian dari identitas Asia Selatan hingga kini. Semua itu berawal dari visi seorang khalifah yang melihat Islam bukan sekadar kekuasaan, tetapi cahaya peradaban bagi seluruh umat manusia.
—