Kitab Sunan Abu Dawud adalah salah satu karya terbesar dalam sejarah Islam. Disusun oleh Imam Abu Dawud As-Sijistani, kitab ini menjadi bagian penting dari enam kitab hadis utama (Kutubus Sittah). Keistimewaan kitab ini tidak hanya terletak pada isi hadisnya, tetapi juga pada metodologi ilmiah yang sangat teliti dan disiplin dalam penyusunannya.
Imam Abu Dawud menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menulis kitab ini. Ia memilih hadis-hadis dari sekitar 500.000 riwayat yang ia kumpulkan selama perjalanan ilmiahnya di berbagai negeri Islam — dari Sijistan, Basrah, Baghdad, Makkah, hingga Syam dan Mesir. Dari jumlah itu, hanya sekitar 4.800 hadis yang ia nilai layak dimasukkan ke dalam kitabnya.
Dalam memilih hadis, Imam Abu Dawud menerapkan standar seleksi yang ketat, serupa dengan para ulama besar seperti Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim, namun dengan pendekatan khasnya sendiri. Ia tidak hanya menilai keaslian sanad (rantai perawi), tetapi juga kegunaan hadis dalam penetapan hukum (ahkam). Karena itu, Sunan Abu Dawud berfokus pada hadis-hadis fikih yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, dan akhlak.
Beliau berkata,
“Dari empat ribu hadis dalam kitabku, seorang muslim yang memahaminya sudah cukup baginya untuk menjalankan agamanya.”
Ucapan ini menunjukkan bahwa Imam Abu Dawud menyusun kitabnya dengan niat agar umat Islam memiliki panduan praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ia tidak mengejar banyaknya hadis, tetapi kualitas dan relevansinya terhadap amalan.
Metodologinya meliputi beberapa prinsip penting:
- Ketelitian sanad: Ia hanya menerima hadis dari perawi yang dikenal jujur, kuat hafalannya, dan memiliki sanad bersambung.
- Kejelasan hukum: Ia mendahulukan hadis yang memiliki makna hukum jelas dan bisa dijadikan dasar dalam fikih.
- Klasifikasi hadis: Ia menjelaskan perbedaan antara hadis sahih, hasan, dan dhaif secara jujur agar pembaca bisa menilai kekuatannya.
- Urutan tematik: Ia menyusun hadis berdasarkan bab — mulai dari Kitab Ath-Thaharah (bersuci), Kitab Ash-Shalat, Kitab Az-Zakat, hingga Kitab Al-Hudud dan Kitab Al-Adab.
Keistimewaan lain dari Sunan Abu Dawud adalah gaya penulisannya yang padat, lugas, dan mudah dipahami. Imam Abu Dawud tidak banyak menambahkan komentar, tetapi memilih hadis-hadis yang saling menjelaskan. Ini membuat kitabnya menjadi salah satu rujukan paling efisien bagi para ulama fikih.
Para ulama besar mengakui kehebatan metodenya. Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata kepada murid-muridnya,
“Pelajarilah hadis dari Abu Dawud, karena di dalamnya terdapat pemahaman yang dalam dan hati yang tulus.”
Sementara Imam An-Nawawi menyebut bahwa Sunan Abu Dawud adalah “kitab hadis hukum paling komprehensif” setelah Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Metode Imam Abu Dawud menjadi inspirasi bagi generasi setelahnya. Ia mengajarkan bahwa ilmu hadis bukan hanya soal hafalan, tapi juga soal tanggung jawab ilmiah dan keikhlasan hati. Ia menolak riwayat yang lemah, meski bisa menambah ketenaran karyanya, karena baginya, kebenaran lebih penting daripada popularitas.
Ketelitiannya menjadikan Sunan Abu Dawud bukan sekadar kumpulan hadis, melainkan panduan hidup yang abadi. Hingga kini, kitab itu tetap diajarkan di pesantren, universitas, dan majelis ilmu di seluruh dunia — bukti bahwa ilmu yang lahir dari keikhlasan akan terus hidup sepanjang zaman.