Ruang Sujud

Bughat dalam Perspektif Islam: Memahami Konsep Pemberontakan

Monitorday.com – Bughat adalah istilah dalam hukum Islam yang merujuk pada tindakan pemberontakan terhadap pemimpin yang sah. Konsep ini muncul dalam pembahasan fiqh siyasah (politik Islam) karena sejak awal sejarah Islam, persoalan ketaatan dan pemberontakan terhadap penguasa selalu menjadi isu penting. Para ulama mendefinisikan bughat sebagai sikap sekelompok orang beriman yang menolak tunduk kepada pemimpin Muslim yang sah tanpa alasan yang dibenarkan syariat.

Dalam Al-Qur’an, dasar hukum bughat dapat ditemukan pada surat Al-Hujurat ayat 9, di mana Allah memerintahkan untuk mendamaikan dua kelompok Muslim yang bertikai. Jika salah satu kelompok tetap membangkang setelah diminta berdamai, maka diperintahkan untuk memeranginya sampai kembali kepada aturan Allah. Ayat ini menjadi dasar penting dalam memahami bahwa bughat bukan sekadar perbedaan pendapat, tetapi sebuah pemberontakan yang berpotensi merusak stabilitas umat.

Sejarah Islam mencatat berbagai peristiwa bughat. Salah satunya adalah pemberontakan kelompok Khawarij terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mereka keluar dari barisan kaum Muslimin karena tidak setuju dengan keputusan tahkim (arbitrase) dalam perang Shiffin. Kelompok ini menjadi contoh klasik bagaimana bughat muncul dari perbedaan politik, namun berujung pada perpecahan dan pertumpahan darah.

Para ulama menekankan bahwa bughat berbeda dengan sekadar menegur atau mengkritik penguasa. Kritik yang disampaikan secara konstruktif adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar. Bughat terjadi ketika kritik berubah menjadi penolakan total terhadap legitimasi pemimpin, bahkan sampai mengangkat senjata. Karena itu, Islam membedakan antara oposisi sehat dengan pemberontakan destruktif.

Dalam konteks modern, bughat sering dikaitkan dengan gerakan separatis atau pemberontakan bersenjata terhadap negara. Meski sistem pemerintahan tidak sepenuhnya berbasis syariat, prinsip menjaga stabilitas tetap relevan. Islam mengajarkan agar umat lebih mengedepankan musyawarah, dialog, dan jalur damai ketimbang mengangkat senjata yang bisa menimbulkan korban lebih banyak.

Dengan memahami bughat, umat Islam diingatkan untuk menjaga persatuan dan menghindari konflik internal yang bisa dimanfaatkan musuh. Taat kepada pemimpin yang sah, selama tidak memerintahkan kekufuran, menjadi kewajiban demi keberlangsungan kehidupan sosial. Bughat, sebaliknya, hanya akan menimbulkan kerugian besar dan memperlemah umat Islam di hadapan tantangan global.

Exit mobile version