Ruang Sujud

Dzikrul Maut dalam Pandangan Ulama: Antara Takut dan Harapan

Dzikrul maut, dalam pandangan para ulama, bukan sekadar perenungan tentang kematian, melainkan juga jendela menuju pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan hidup. Mereka memandang bahwa mengingat kematian seharusnya menimbulkan dua rasa sekaligus dalam diri seorang mukmin: rasa takut dan rasa harapan.

Rasa takut muncul karena kematian adalah awal dari kehidupan akhirat, tempat di mana amal manusia akan dihitung dan dipertanggungjawabkan. Ulama seperti Imam Al-Ghazali menekankan bahwa mengingat maut seharusnya membuat seseorang waspada, memperbanyak taubat, dan menjauhi perbuatan dosa. Ketakutan ini bukan untuk melemahkan semangat hidup, tetapi untuk menyadarkan manusia agar tidak tertipu oleh gemerlap dunia.

Namun di sisi lain, dzikrul maut juga harus membangkitkan rasa harapan. Para ulama menegaskan bahwa Allah adalah Maha Pengampun dan penuh rahmat. Maka, setiap kali kita mengingat maut, kita juga harus membayangkan ampunan-Nya yang luas, surga-Nya yang indah, dan kesempatan untuk kembali kepada-Nya dengan hati bersih. Dzikrul maut dengan harapan menjadikan hidup lebih tenang dan bermakna.

Ibnu Qayyim dalam kitabnya Al-Fawaaid mengatakan bahwa dzikrul maut yang benar adalah yang membangkitkan dorongan untuk mempersiapkan bekal akhirat, bukan hanya menimbulkan ketakutan yang membuat seseorang putus asa.

Sehingga, keseimbangan antara takut dan harapan inilah yang menjadi kunci dzikrul maut yang sehat. Takut agar tidak terjerumus dalam dosa, dan harapan agar tetap optimis mengejar ampunan dan rahmat Allah.

Dengan pandangan ini, dzikrul maut menjadi sumber energi spiritual, bukan momok yang menakutkan.

Exit mobile version