RUANGSUJUD.COM – Yahya menceritakan kepada kami dari Ibnu ‘Ajlan, Sa’id bin Abi Sa’id menceritakan kepada kami dari Abu Hurairah, (dikatakan bahwa): Sesungguhnya (ada) seorang laki-laki mencela Abu Bakar, sedangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam duduk. (Kejadian itu) membuat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam terheran-heran dan tersenyum.
Kemudian, ketika Abu Bakar (mulai) banyak menanggapi (atau membantah) sebagian perkataan (celaan) laki-laki tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam marah dan berdiri (pergi). Abu Bakar pun menyusul Nabi, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, orang itu mencelaku, engkau (hanya) duduk. Ketika aku membantah sebagian perkataannya, engkau berdiri (pergi) dan marah.”
Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya ada malaikat bersamamu yang akan membantah(nya) untukmu. Ketika kau (mulai) membantah sebagian perkataan (celaan)nya, setan datang. Aku tidak (akan pernah mau) duduk bersama setan.”
Kemudian Rasulullah berkata: “Wahai Abu Bakar, (ada) tiga hal (yang menjadi) hak (seorang hamba): (1) Tidaklah seorang hamba (Allah) yang terzalimi dengan kezaliman, lalu dia pasrahkan kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kecuali Allah pasti memenangkan(nya) dengan pertolongan(-Nya), (2) Tidaklah seseorang yang membuka pintu pemberian (atau kedermawanan) yang dia harapkan (dapat menjadi) penyambung (silaturahim atau persaudaraan), kecuali Allah pasti tambahkan (harta) yang banyak (kepadanya), dan 3) Tidaklah seseorang yang membuka pintu permintaan yang dia harapkan untuk (mendapatkan harta) yang banyak, kecuali Allah ‘Azza wa Jalla pasti tambahkan kekurangan (kepadanya). (Imam Ahmad bin Handal, Musnad al-Imâm Ahmad bin Hanbal, Beirut: Mu’assasah al-Risalah, tt, juz 15, h. 390).
Dari riwayat di atas kita tahu, salah satu alasan Rasulullah meminta umatnya tidak marah, agar mereka terlepas dari jebak rayu setan. Kita sering dapati di banyak media massa, seseorang membunuh seseorang disebabkan oleh amarah dan ketersinggungan. Amarah menjadi salah satu pintu masuk terfavorit setan untuk membujuk dan merayu. Saat marah, kesadaran manusia tersisihkan dan tertekan. Dia tidak lagi mampu melakukan penalaran yang jernih, kecuali jika dia bisa mengendalikan amarahnya seperti yang diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Karena itu, Rasulullah hanya duduk tersenyum melihat Sayyidina Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dicaci maki di depannya, tapi bergegas pergi dan tidak senang ketika ia mulai membantah atau membalasnya. Hal ini membuat Sayyidina Abu Bakar heran, dan berkata kepadanya, “Wahai Rasulullah, orang itu mencelaku, engkau (hanya) duduk. Ketika aku membantah sebagian perkataannya, engkau berdiri (pergi) dan marah.”
Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya ada malaikat bersamamu yang akan membantah(nya) untukmu. Ketika kau (mulai) membantah sebagian perkataan (celaan)nya, setan datang. Aku tidak (akan pernah mau) duduk bersama setan.” Rasulullah tersenyum karena tahu Abu Bakar mendapat pembelaan langsung dari malaikat ketika dia dicela. Lalu Rasulullah marah, dalam konteks mendidik, karena bantahan atau balasan Abu Bakar membuat setan datang. Artinya, ketersinggungan dan amarah sudah mulai datang, dan menjadi pintu masuk setan untuk membujuk dan merayu.