Pada suatu hari, Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah dan dihadapkan pada sebuah situasi di mana seorang lelaki Yahudi yang sudah menikah terlibat dalam perzinaan dengan seorang wanita Yahudi yang juga sudah menikah. Para pendeta Yahudi berkumpul di Baitul Midras dan mengusulkan untuk membawa pasangan ini ke hadapan Rasulullah untuk menentukan hukuman mereka. Mereka ingin melihat bagaimana Rasulullah akan menghukum mereka, apakah dengan cambuk seperti biasa atau dengan hukuman rajam, yang akan menunjukkan apakah dia seorang nabi.
Rasulullah pun menerima permintaan mereka dan meminta agar para ulama Yahudi dibawa kepadanya. Abdullah bin Shuriya, Abu Yasir bin Akhthab, dan Wahb bin Yahudza adalah beberapa ulama Yahudi yang dihadirkan. Para pendeta Yahudi mengakui bahwa Abdullah bin Shuriya adalah yang paling berpengetahuan tentang Taurat di antara mereka.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam memulai penyelidikan dengan bertanya kepada Abdullah bin Shuriya tentang hukuman rajam dalam Taurat. Abdullah membenarkan bahwa Taurat memerintahkan hukuman rajam bagi seorang muhshan (lelaki atau perempuan yang sudah menikah) yang berzina.
Setelah itu, Rasulullah memerintahkan pelaksanaan hukuman rajam kepada pasangan ini di depan pintu masjid. Namun, ketika lelaki Yahudi tersebut mulai menerima lemparan batu, ia melindungi wanita yang pernah dia berzina dengannya hingga keduanya meninggal dunia.
Allah kemudian menurunkan ayat dalam Al-Quran yang menggambarkan tindakan orang Yahudi yang suka mendengar bohong dan mengubah hukum dari yang sebenarnya. Mereka telah memutarbalikkan hukuman rajam yang seharusnya diterapkan.
Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam mengecam tindakan orang Yahudi yang meninggalkan hukum Allah yang seharusnya mereka patuhi. Mereka mengganti hukuman rajam dengan hukuman cambuk hanya karena seorang dari keluarga istana berzina.
Rasulullah dengan tegas menyatakan bahwa dia adalah orang yang akan menghidupkan kembali hukum Allah dan Kitab-Nya serta menerapkannya. Akhirnya, Rasulullah memerintahkan hukuman rajam untuk pasangan tersebut di depan masjid sebagai penerapan hukum Allah.
Dalam kasus ini, Rasulullah menegaskan kembali kewajiban untuk menjalankan hukum Allah yang telah ditetapkan dalam Kitab-Nya, bahkan jika itu berarti melawan kebijakan yang berlaku pada saat itu.