Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir telah mengungkapkan harapannya agar Pemilu 2024 tidak lagi menjadi ajang konfrontasi antara nilai-nilai keagamaan dan nasionalisme. Dalam pidatonya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Kabupaten Sleman, DI. Yogyakarta, Kamis (8/9/2023), Haedar Nashir menegaskan pentingnya untuk tidak memisahkan dua nilai penting ini.
Alih-alih mempertentangkan nasionalisme dan agama, Haedar berpendapat bahwa para pemimpin politik dan kandidat pemilu seharusnya memiliki pemahaman yang mendalam tentang kedua aspek ini dan menggabungkannya secara harmonis.
“Ketika kita berbicara tentang nasionalisme dan agama, ini bukanlah pertarungan yang harus ada. Sebaliknya, kita harus menemukan cara untuk mengintegrasikan nilai-nilai keagamaan dengan nasionalisme,” kata Haedar.
Haedar Nashir juga menekankan bahwa dalam politik saat ini, bukan lagi pertarungan ideologi yang utama, tetapi lebih tentang “who gets what, when, and how.” Meskipun begitu, ia percaya bahwa semua pemimpin politik yang berpartisipasi dalam Pemilu 2024 masih memiliki tekad untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan yang tercantum dalam konstitusi.
Dalam konteks pengalaman lima kali penyelenggaraan pemilu sejak era reformasi, Haedar berharap bahwa Bangsa Indonesia telah berkembang secara matang dan dewasa dalam proses politiknya, menghindari konflik dan kebencian.
“Ada banyak tokoh politik yang bertanggung jawab dan memiliki visi yang kuat tentang nasionalisme dan agama. Kami ingin melihat visi ini menjadi kenyataan dalam politik sehari-hari,” ujar Haedar Nashir.
