Sekolah-sekolah di Prancis menghadapi momen tegang saat memulai tahun ajaran baru, dengan puluhan siswi dipulangkan ke rumah setelah menolak melepas abaya mereka. Menteri Pendidikan Prancis, Gabriel Attal, mengungkapkan bahwa pada hari pertama sekolah, sekitar 300 siswi tiba dengan mengenakan abaya. Meskipun sebagian besar bersedia melepasnya, 67 siswi menolak, yang mengakibatkan mereka dipulangkan.
Larangan memakai abaya di sekolah-sekolah Prancis diberlakukan bulan lalu oleh pemerintah dengan argumen bahwa hal itu melanggar prinsip sekularisme dalam pendidikan dan melarang tanda-tanda afiliasi keagamaan seperti jilbab. Undang-undang yang ada sejak tahun 2004 telah melarang penggunaan tanda-tanda agama seperti salib Kristen, kippa Yahudi, dan jilbab Muslim di sekolah.
Menteri Pendidikan Gabriel Attal menjelaskan bahwa siswi-siswi yang menolak melepas abaya mereka diberikan surat pengantar kepada keluarga mereka, dengan pesan bahwa “sekularisme adalah tentang kebebasan, bukan hambatan.”
Malam ini, Presiden Emmanuel Macron memberikan dukungan kepada tindakan kontroversial tersebut dengan menyatakan bahwa ada “minoritas” di Prancis yang “mengadopsi agama dan menantang prinsip republik dan sekularisme,” mengingatkan pada konsekuensi serius yang dapat timbul. Dia merujuk pada kasus pembunuhan guru Samuel Paty tiga tahun lalu, yang disebabkan oleh menunjukkan karikatur Nabi Muhammad di kelas pendidikan kewarganegaraan. Macron menegaskan bahwa serangan teroris seperti itu tidak boleh diabaikan.