Pada Jumat (25/8/2023), pemerintah Denmark telah secara resmi mengumumkan langkah baru untuk mengkriminalisasi tindakan penghinaan terhadap benda-benda keagamaan di depan umum. Pengumuman ini disampaikan kepada para jurnalis dan reporter sebagai respons atas aksi-aksi penodaan Alquran yang telah memicu kontroversi di berbagai negara mayoritas Muslim.
Meskipun langkah ini diambil, pemerintah juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat akan tetap dijunjung tinggi dan tidak akan ada campur tangan berlebihan dalam hal tersebut. Pernyataan ini juga dilandasi oleh pandangan bahwa kebebasan berekspresi harus dihormati, meskipun ada perlunya menangani penghinaan terhadap simbol-simbol keagamaan yang sensitif.
Mekanisme yang diusulkan dalam rencana ini adalah memberlakukan denda atau hukuman penjara selama dua tahun bagi individu yang terbukti bersalah melakukan penghinaan terhadap benda-benda keagamaan yang memiliki makna besar. Rancangan undang-undang ini telah disusun oleh Kementerian Kehakiman Denmark dan akan segera diajukan ke Parlemen untuk persetujuan.
Terkait waktu pelaksanaan, pejabat koalisi pemerintah menyatakan bahwa kebijakan ini mungkin akan diberlakukan pada akhir tahun ini jika mendapat persetujuan dari Parlemen. Langkah ini mengindikasikan komitmen pemerintah Denmark dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap keamanan dan rasa hormat terhadap simbol-simbol keagamaan.
Selain Denmark, negara tetangga seperti Swedia juga tengah berupaya mencari cara untuk mengatasi tantangan serupa. Kedua negara ini harus mempertimbangkan implikasi diplomatis dari tindakan seperti ini, terutama dalam konteks respons negara-negara mayoritas Muslim yang telah mengutuk keras aksi-aksi penghinaan tersebut.
Terkait dengan aspek keamanan, otoritas di Denmark dan Swedia telah mengakui adanya peningkatan risiko serangan teroris dalam beberapa bulan terakhir. Ancaman ini bahkan mencapai tingkat yang mengkhawatirkan bagi keamanan nasional. (Sumber: New York Times, Sabtu, 26/8/2023)